Putusan Pengadilan Negeri Belopa Diduga Mengkriminilisasi Terdakwa Hingga Inkracht, Komisi Yudisial Diminta Gerak Cepat Priksa Oknum Hakim

oleh -84 Dilihat
oleh

Luwu, Gerbongnews.co.id – Juhaeni (60) yang terduga sebagai pelaku yang melakukan tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur  dalam pasal 263 ayat 2 KUHPidana atas adanya surat pernyataan tertanggal 27 Agustus 2015 yang diketahui oleh Kepala Desa Paconne Kec. Belopa Utara, Kab Luwu Sulsel yang isi pada pokoknya menerangkan keterangan riwayat tanah milik Alm. Daeng Silele yang obyeknya dijadikan sebagai mahar kawin atas pernikahan Andi Fatimah binti Andi Rahim dengan lelaki yang bernama Andi Abd.Rasyid Mappagiling,

selanjutnya Muhiddin S. Pd selaku suami dari pada Andi Syamsidar Mappagiling yang melaporkan Juhaeni melakukan pemalsuan dengan Laporan Polisi nomor : LP / B/512/XII/2021/SPKT Polda Sulsel, tanggal 29 Desember 2021 telah dituntut oleh kejaksaan negeri Luwu 2 tahun 6 bulan dan di vonis oleh Pengadilan Negeri Belopa Kab. Luwu 1 tahun ungkap LBH TIPRI Aso Abdul Rahim dan tim selaku Advokat, Pengacara, Pembela Hukum perempuan juhaeni

Kasus perkara yang didasari dengan perkara perdata hak atas sebidang tanah lokasi persawahan seluas 5.792 m sebenarnya adalah MAHAR Andi Fatimah AR  sedangkan Muhiddin, S.Pd selaku pelapor yang tidak lain adalah suami dari pada Andi Syamsidar Mappagiling yang bersaudara kandung dengan Andi Abdul Rasyid Mappagiling

Menurut Tim hukum sebagai Advokat/Pengacara/Pembela Hukum dalam perkara (Pidana & Perdata) menganalisis bahwa yang dialami dan dihadapi Juhaeni saat ini, merupakan salah satu korban yang diduga kuat merupakan kriminalisasi hukum atas sebuah rekayasa adanya pembuatan surat pernyataan tertanggal 28 Agustus 2015 yang oleh Pr. Juhaeni tidak tahu menahu tentang surat keterangan itu.

Bahkan pada faktanya justru tanda tangan Juhaeni yang dipalsukan pada surat pernyataan yang dibuat tertanggal 28 Agustus 2015.

Surat pernyataan tersebut pada intinya terregister dan diketahui oleh Kepala Desa Paconne Khairuddin, S.Pd dengan Register No; 216/SP/D.Pc/VIII/2015. disaksikan oleh Lel. Masdin dan Mading digunakan untuk penerbitan Sertifikat Hak Milik pada Kantor ATR BPN RI Kab Luwu

Pada surat pernyataan tersebut yang dijadikan sebagai dasar hukum dan dipergunakan oleh Lel. Muhiddin, S.Pd melaporkan dugaan pemalsuan surat di Kantor Polda Sulsel, secara analog sangat mengherankan pihak Juhaeni dan Penasehat Hukumnya.

Pasalnya, apa tujuan surat pernyataan itu dibuat oleh Per. Juhaeni sementara untuk menerbitkan sertifikat hak milik di Kantor ATR BPN Kab Luwu, sudah ada surat dan bukti pengoperan atau peralihan hak yang dibuat sehari sebelum surat pernyataan dimaksud dibuat. Yakni, surat pengoperan atau peralihan hak tertanggal 27 Agustus 2015.

Aneh bin ajaib dan sangat tidak rasional bila surat pernyataan yang dibuat tertanggal 28 Agustus 2015 itu, harus dijadikan pedoman hukum oleh pihak penyidik Polda Sulsel untuk menjerat atau mentersangkakan Per. Juhaeni sebagai pelaku tindak pidana pemalsuan atau menggunakan surat pernyataan yang sifatnya dikatakan palsu. Sementara tanda tangan Juhaeni sendiri, justru pada faktanya dipalsukan oleh orang yang tidak diketahui siapa yang memalsukan.

Peristiwa yang menimpa dan dialami oleh Juhaeni itu, benar – benar bertentangan dengan nalar logika sehat. Bahkan, sebaliknya Juhaeni seakan-akan dijebak dengan surat pernyataan yang isinya dinilai mengandung hal yang dipalsukan terkait tentang keterangan yang menjelaskan historis riwayat tanah yang dibelinya dari H. Siddang.

Sementara H. Sidang memperoleh lahan sawah itu yang dibeli dari Andi Fatimah Binti Andi Rahim sebagai mahar atas pernikahannya dengan lelaki. Andi Abdul Rasyid Mappagiling Daeng Silele bersama 7 saudara sekandung lainnya. Salah satu dari ke 7 saudara nya itu bernama Andi Syamsidar selaku istri dari Muhiddin S.Pd yang bertindak sebagai PELAPOR

Lebih anehnya lagi, karena Muhiddin, S.Pd sebagai suami dari salah seorang ahli waris  8 (Delapan) orang bersaudara kandung dari Andi Mappagiling Daeng Silele, 5 (Lima) orang lainnya justru tidak keberatan atas pembelian tanah persawahan yang sebelumnya adalah mahar pernikahan untuk Andi Fatimah yang kemudian dijual kepada H.Siddang secara kwitansi tahun 1999 dan dibeli oleh Juhaeni pada tahun 2015 melalui pengoperan

Kasus perkara Pidana yang awalnya dituntut 2 tahun 6 bulan oleh Pengadilan negeri Belopa Kab. Luwu Sulsel, menjadi 1 tahun dan  pada tingkat Pengadilan Tinggi Sulsel putusan nya pada pokoknya menguatkan putusan pengadilan negeri Belopa atas upaya hukum banding yang dilakukan Juhaeni melalui Penasehat, Pengacara atau Pembela Hukumnya yang saat ini PH Juhaeni kembali melakukan upaya hukum Kasasi yang dianalisis sebagai dugaan adanya rekayasa hukum oleh oknum pihak penyidik Polda Sulsel.

Kemudian Per.Juhaeni divonis dengan sejumlah kekeliruan hukum atas pendapat dan penilaian hukum bagi pihak majelis hakim yang patut dinilai sangat keliru dan tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang seharusnya menjadi alasan pertimbangan yang berkeadilan. Sebaliknya justru putusan hukum dengan tidak mempertimbangkan sejumlah Fakta-fakta hukum yang dimiliki oleh Per. Juhaeni, justru diabaikan dan mengakibatkan sebagai korban kriminalisasi hukum untuk menjadikan transaksi jual beli lahan tanah persawahan itu, kembali untuk dikuasai dan dimiliki oleh pihak saudara dari suami Andi Fatimah AR.

Kasus yang sejatinya diawali dengan penyelesaian perkara hukum perdata, adalah hal yang seharusnya diputuskan terlebih dahulu, justru dipaksakan dengan perkara pidana yang sudah menyalahi ketentuan PERMA Nomor 1 tahun 1956 SEMA Nomor 4 tahun 1980.

Berdasarkan realita peristiwa hukum yang dialami Per. Juhaeni saat ini, dimana proses hukum pidana yang sedang berjalan pada tingkat proses kasasi yang belum diketahui, apa hasil keputusan hukum yang mulia para Majelis Hakim Perkara Pidananya ? Kini Proses Hukum perdatanya dilaksanakan di Pengadilan Negeri Belopa Kab.Luwu atas gugatan yang dilakukan oleh pihak Ahli Waris Alm. Andi Mappagiling Daeng Silele dengan alasan bahwa obyek tanah seluas 5.792 M2 itu, digugat dengan pendapat hukum bahwa pembelian obyek lahan sawah yang dijadikan mahar kawin tersebut dianulir kembali dan dianggap tidak sah.

Kasus perdatanya pun sudah sampai pada tahap Persidangan Setempat, pada Jumat 24 Oktober 2025. Dalam sidang Peninjauan Setempat, PH Per. Juhaeni sempat mengajukan bantahan atas batas bagian selatan pada obyek sengketa yang faktanya berbatas dengan tiga orang sementara pihak penggugat hanya menyebutkan 1 orang. Kemudian Luas gugatan yang dipertanyakan oleh Majelis Hakim kurang lebih 10.000 M2 kepada Penggugat terkait luas obyek gugatan yang disebutkan tersebut seluas 10000 M2 atau 1 Ha juga dibantahkan oleh Penasehat Hukum Per. Juhaeni bahwa obyek milik klien kami hanya seluas 5792 M2 bukan seluas 1 Ha tegas PH Juhaeni.

Surat Pernyataan dimaksud  tertanggal 28 Agustus 2015 diduga kuat di buat di Kantor Desa Paconne Kec Belopa Utara Kab Luwu atas sepengetahuan Kepala Desa. Berdasarkan atas uraian isi surat pernyataan itu, justru yang mengetahui surat itu adalah Kepala Desa Paconne. Sehari sebelum surat tersebut dibuat terlebih dahulu kepala desa Paconne Khairuddin menjadi saksi di surat pengoperan tertanggal 27 Agustus 2015 Karena surat itu dijadikan bukti hukum untuk melaporkan Per. Juhaeni yang diduga digunakan untuk menjadi syarat administrasi penerbitan sertifikat hak milik dan dinyatakan palsu, maka harusnya Kepala Desa Paconne menjadi bagian yang harus terperiksa sebagai pembuat surat Palsu dimaksud. Karena pertanyaan besar kenapa kepala desa menjadi bagian dalam kedua Surat tersebut justru membolak balikkan isi surat dimana dia selaku Saksi di surat pengoperan dan pada surat pernyataan bertentangan isi surat pengoperan karena isinya menerangkan riwayat tanah kenapa kepala desa tidak turut melindungi warganya dari sengketa dikemudian hari justru terlibat mengetahui Surat penyataan itu, bahkan lebih tragis nya kepala desa Paconne membuat kan surat keterangan yang isinya kopi paste dari Surat pernyataan tanggal 28 Agustus 2015, dan surat keterangan tersebut sama tanggalnya yaitu tertanggal 28 Agustus 2015 luar biasa.

Begitu pula dengan perkara perdata dimana Juhaeni dijadikan sebagai tergugat 1 sementara penjual pertama oleh Andi Fatimah dan penjual orang kedua oleh H Siddang( tempat Juhaeni membeli), sejatinya dijadikan pula sebagai tergugat tapi faktanya tidak satu orang pun dari kedua orang itu yang dijadikan sebagai tergugat.(*)