Makassar, Gerbongenws.co.id- Mama, lihatlah mereka, tiga anak yang berada dalam barisan massa demonstrasi itu. Mereka sedang memperjuangkan ruang hidupnya yang akan dirampas.
Seharusnya anak seusia mereka dipenuhi dengan bermain dan belajar seperti anak pada umumnya, bukan berhadapan dengan segerombolan pria berseragam dan bersenjatakan lengkap. Dari wajah polos mereka seakan memberikan isyarat sebuah perlawanan.
Mama, bahwa ada anak kecil yang tega dibunuh oleh pria berseragam dibawah Jembatan. Aku tak habis pikir mengapa hal itu bisa terjadi. Sungguh hatiku teriris Ma, aku sungguh tak ingin membayangkan jika hal itu terjadi pada ketiga anak tadi.
Kegilaan macam apa ini Ma, bukankah sesungguhnya kita telah merdeka. Lantas mengapa seakan akan kita semacam hidup dalam belenggu penjajahan? Setiap harinya seakan tidak ada hentinya aku mendengar serta membaca cerita tentang penderitaan, kelaparan, kekerasan. Yang mereka lakukan tak jauh bedanya dengan kolonialisme Belanda.
Mama, aku bersumpah. Ini semua seharusnya tidak terjadi, tidak ada anak yang rela mempertaruhkan masa kecilnya bahkan nyawa mereka demi mempertahankan ruang hidupnya. Realitas ini sunggung kejam dan ketidakadilan begitu merajalela.
Yang aku pertanyakan adalah kemana mereka yang punya jabatan, mereka semua yang ada digedung sana, mereka yang punya kuasa, mereka yang berpakaian rapi, kemana mereka semua? Kemana mereka disaat ada anak yang ruang hidupnya terancam akan dirampas, disaat ada anak yang diperhadapkan dengan kenyataan sepahit ini. Disaat itu semua bisa dicegah dan teratasi dengan instrumen yang mereka punya, Ma.
Mama, ini semua salah mereka. Mereka yang punya jabatan dan mereka yang berseragam. Mereka seharuasnya menjadi pelayan masyarakat yang berjanji untuk menjadi pelindung untuk melindungi warganya. Itu semua bukti ketidakmampuan mereka dalam memberantas penderitaan, dan pada akhirnya mereka membiarkan ini terus terjadi. Mereka mungkin punya kekuasaan tetapi mana moralitas mereka?
Mama, saat ini jiwaku serasa terpanggil. Teriakan ini sudah tak tertahankan lagi, teriakan ketidakadilan, bukankah mama yang mengajarkanku untuk menjadi seseorang memberi mantaaf bagi orang lain. Biarkan aku menjadi suara Tuhan, menjadi bagian dari barisan yang menolak tunduk dan diam dalam ketakutan. Kegilaan ini harus segera diakhiri.
Aku tidak tahu apa yang selanjutnya akan terjadi. Tapi aku tahu bahwa aku harus bertindak. Jangan khawatirkan aku jika aku memilih jalan ini Ma, khawatirlah jika anakmu ini diam dan tidak melakukan sesuatu ditengah sistem yang makin tidak waras ini. Sekali lagi, jangan khawatir Ma. Seperti yang mama selalu katakan bahwa Tuhan selalu bersama orang yang benar dan saat ini aku rasa, aku sudah berada dijalan yang benar.